Beragamalah sampai ke tujuan
Tujuan beragama atau tujuan hidup adalah untuk menjadi muslim yang berakhlakul karimah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad)
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)
Sejak Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lahir sampai dewasa sebelum menerima wahyu , beliau telah dikenal berakhlak baik.
Manusia yang berakhlak baik dapat dikarenakan karena mereka menuruti mata hatinya (ain bashiroh).
Setiap manusia walaupun terlahir pada orang tua yang tidak beragama
(non muslim) pada hakikatnya kedalam jiwanya telah diilhamkan pilihan
yang haq dan bathil.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya“. (QS Asy Syams [91]:8)
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan” (QS Al Balad [90]:10)
Setiap manusia akan mempertanggungjawabkan pilihan mereka di akhirat kelak.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan” (QS An Nahl [16:93 )
Walaupun Allah ta'ala menetapkan seorang manusia terlahir pada
keluarga Yahudi , keluarga Nasrani maupun keluarga non muslim lainnya
namun mereka tetap diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak atas
pilihan mereka karena seluruh manusia jiwa/qalbu nya telah diilhamkan
pilihan (jalan) kefasikan dan ketaqwaan atau pilihan yang haq dan
bathil.
Firman Allah ta'ala yang artinya, “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai” (QS Anbiyaa’ [21]:23)
Oleh karenanya dapat kita temukan seorang pendeta yang menguasai
teologi Nasrani sampai pendidikan S3 namun akhirnya mendapatkan hidayah
dari Allah ta’ala sehingga sekarang telah beragama Islam dikarenakan dia
mengikuti panggilan jiwanya yang tidak membenarkan bahwa manusia cukup
dengan mempercayai Yesus akan mendapatkan keselamatan sebagaimana yang
dijelaskannya dalam video pada http://www.youtube.com/watch?v=YN-oWVlHbK0 atau http://www.youtube.com/watch?v=-GXWlPkgrvg
Bahkan seluruh manusia sebelum terlahir , ketika kita belum dapat
ber-lisan atau ketika kita belum dapat menulis atau ketika jasmani belum
disempurnakan telah bersaksi bahwa tuhan kita adalah Allah ta’ala.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab:
“Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (QS- Al A’raf 7:172)
Jadi jiwa kita atau ruhani kita sudah bersaksi ketika kita sebelum
terlahir dari rahim ibu. Namun ketika kita (manusia) lahir maka kitapun
suci, lupa, tidak tahu , ummi bahwa ruhani kita pernah bersaksi. Hakikat
kata insan (manusia) adalah nasiya , nis yan, tidak tahu, lupa.
Fitrah manusia adalah bertuhan, mencari Allah atau ingin kembali
menyaksikan Allah. Syarat untuk dapat menyaksikan Allah adalah fitri,
suci sebagaimana sebelum manusia lahir ke dunia. Syarat untuk dapat
kembali menyaksikan Allah adalah berakhlak baik atau berakhlakul
karimah.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk” (QS Adh Dhuhaa [93]:7)
“seorang yang bingung” yang dimaksud adalah kebingungan –
kehilangan arah untuk memperoleh kebenaran mutlak (al-Haqiqah
al-Muthlaqah) yang tidak bisa dicapai oleh akal pikiran, lalu Allah
menurunkan wahyu kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam sebagai
jalan untuk memimpin ummat (masyarakat jahiliyah yang tidak berakhlak
baik atau terjangkiti penyakit moral – minum-minuman keras, membunuh,
mencuri, main judi, makan riba, main perempuan) untuk kembali
menyaksikan Allah atau untuk menuju kebaikan di dunia dan keselamatan di
akhirat.
Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkhalwat
(mengasingkan diri dari keramaian) dan bertahanuts
(perenungan/kontemplas dirii) di gua hira untuk mencari solusi mengatasi
kerumitan masyarakat jahiliyah.
Pada akhirnya Allah Subhanahu Wata’ala berkenan menurunkan kepadanya
wahyu Al-Quran. Yang berisi perintah dan laranganNya atau agama atau
perkara syariat agar manusia dapat meneladani manusia paling mulia yakni
Sayyidina Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sehingga
menjadi muslim yang berakhlakul karimah.
Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di
dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran,
sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus oleh Allah Azza wa
Jalla membawa agama atau perkara yang disyariatkanNya yakni apa yang
telah diwajibkanNya (jika ditinggalkan berdosa), apa yang telah
dilarangNya dan apa yang telah diharamkanNya (jika dilanggar berdosa).
Allah ta’ala tidak lupa.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya
Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban , maka jangan kamu sia-siakan
dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan, maka jangan kamu
langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu
pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda
kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan
dia.” (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi dan tercantum dalam hadits Arba’in yang ketiga puluh)
Syahadat adalah sebuah awal dari kesaksian secara lisan bahwa tiada
tuhan selain Allah. Kemudian syahadat dibuktikan dengan menjalankan
perkara syariat atau syarat sebagai hamba Allah. Selanjutnya seorang
hamba Allah memperjalankan dirinya agar sampai (wushul) kepada Allah
ta’ala hingga menyaksikan Allah ta’ala dengan hati mereka (ain bashiroh)
sehingga mereka menjadi shiddiqin yakni membenarkan dan menyaksikan
bahwa selain Allah ta’ala adalah tiada. Selain Allah ta’ala adalah tiada
apa apanya. Selain Allah ta’ala adalah bergantung padaNya.
Buya Hamka penulis buku “Tasawuf Modern” setelah mengikuti Tarekat
Qodiriyah Naqsabandiyah pernah berujar di Pesantren Suryalaya
Tasikmalaya bahwa dirinya bukanlah Hamka, tetapi “Hampa” sebagaimana
yang dituturkan oleh Dr Sri Mulyati, pengajar tasawwuf UIN Syarif
Hidayatullah
“Dirinya bukanlah Hamka tetapi “hampa” adalah ungkapan penyaksian Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifat.
Muslim yang bermakrifat atau muslim yang menyaksikan Allah ta’ala
dengan hati (ain bashiroh) adalah muslim yang selalu meyakini
kehadiranNya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.
Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukkan sesuatu
yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan
ingat, sehingga seakan-akan pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan
menyaksikan-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat
ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid
(penyaksi)”
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata: “Seutama-utama iman seseorang, jika ia telah mengetahui (menyaksikan) bahwa Allah selalu bersamanya, di mana pun ia berada“
Rasulullah shallallahu alaihi wasallm bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصٌ عَنْ
عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ رَآهُ بِقَلْبِه
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah
menceritakan kepada kami Hafsh dari Abdul Malik dari ‘Atha’ dari Ibnu
Abbas dia berkata, “Beliau telah melihat dengan mata hatinya.” (HR Muslim 257)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani, “Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah
engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab:
“Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. “Bagaimana anda
melihat-Nya?” dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang,
tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Jika belum dapat melihat Allah dengan hati (ain bashiroh) atau bermakrifat maka yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla melihat kita.
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu
takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya
(bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka
sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS Al Faathir [35]:28)
Muslim yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi
oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah dengan
hatinya (ain bashiroh), setiap akan bersikap atau berbuat sehingga
mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindari
perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar hingga dia
dekat dengan Allah ta’ala karena berakhlakul karimah meneladani manusia
yang paling mulia Sayyidina Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam
Muslim yang dekat dengan Allah ta’ala maka berkumpul dengan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, para Nabi, para Shiddiqin dan
Syuhada
Firman Allah ta’ala yang artinya,
”…Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya,
niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji
dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang
dikehendaki…” (QS An-Nuur:21)
“Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan
(menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu
mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka
pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling
baik.” (QS Shaad [38]:46-47)
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu” (QS Al Hujuraat [49]:13)
“Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka” (QS Al Fatihah [1]:6-7)
“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu
akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah,
yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69)
Muslim yang terbaik bukan nabi yang mendekatkan diri (taqarub) kepada
Allah sehingga meraih maqom disisiNya dan menjadi kekasih Allah (wali
Allah) adalah shiddiqin, muslim yang membenarkan dan menyaksikan Allah
dengan hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat.
Bermacam-macam tingkatan shiddiqin sebagaimana yang diuraikan dalam
tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/14/2011/09/28/maqom-wali-allah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “sesungguhnya ada di
antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan
bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’
pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah
Subhanahu wa Ta’ala“ Seorang dari sahabatnya berkata, “siapa gerangan
mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka“. Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab dengan sabdanya: “Mereka adalah
suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan
karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda,
wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas
mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia
merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka
cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya diantara hamba-hambaku itu ada
manusia manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula
syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam
mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.” Seorang laki-laki
bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mudah-mudahan kami
menyukainya“. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena
Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka
itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh
wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya,
dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak
susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ”
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS Yunus
[10]:62)
Kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah adalah kaum muslim
yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap
keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang
tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah
akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya,
dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Yang dimaksud “orang yang murtad dari agamanya” adalah
orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi. Murtad
dikarenakan pemahamannya telah keluar (kharaja) dari pemahaman mayoritas
kaum muslim (as-sawad al a’zham) yang disebut juga dengan khawarij.
Khawarij adalah bentuk jamak (plural) dari kharij (bentuk isim fail)
artinya yang keluar.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengatakan bahwa orang-orang
seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi yang keras kepada
kaum muslim bahkan membunuh kaum muslim dan membiarkan para penyembah
berhala adalah mereka keluar dari Islam atau murtad
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Dari kelompok
orang ini, akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al Qur`an
tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka membunuh
orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala; mereka keluar
dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya. (HR Muslim 1762)
Yang dimaksud dengan “membiarkan para penyembah berhala” adalah “membiarkan” kaum Yahudi.
Kaum Yahudi yang sekarang dikenal sebagai kaum Zionis Yahudi atau
disebut juga dengan freemason, iluminati, lucifier yakni kaum yang
meneruskan keyakinan pagan (paganisme) atau penyembah berhala
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan setelah datang kepada
mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang
ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat)
melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka
tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah). Dan mereka mengikuti
apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan
mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal
Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan
lah yang kafir (mengerjakan sihir).” (QS Al Baqarah [2]:101-102)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya “Demi
Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar
dari hal aku ini seseorangpun dari ummat sekarang ini, Yahudi, dan tidak
pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau beriman kepadaku, melainkan
masuklah dia ke dalam neraka.”
Kaum Yahudi atau yang dikenal sekarang dengan kaum Zionis Yahudi , Allah ta’ala menyampaikan dalam firmanNya yang arti “yaitu orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka yang dijadikan kera dan babi.” (QS al-Ma’idah [5]:60)
Kaum Nasrani, Allah ta’ala menyampaikan dalam firmanNya yang arti “Dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat
dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan
kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS al-Ma’idah: [5]:77)
Hadits yang diriwayatkan Sufyan bin Uyainah dengan sanadnya dari Adi
bin Hatim. Ibnu Mardawih meriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata, “Saya
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam tentang
orang-orang yang dimurkai“, beliau bersabda, ‘Kaum Yahudi.’ Saya
bertanya tentang orang-orang yang sesat, beliau bersabda, “Kaum
Nasrani.“
Hamad bin Salamah meriwayatkan dari Adi bin Hatim, dia berkata, “Saya
bertanya kepada RasulullahShallallahu alaihi wasallam ihwal ‘bukan
jalannya orang-orang yang dimurkai’. Beliau bersabda, “Yaitu kaum
Yahudi.’ Dan bertanya ihwal ‘bukan pula jalannya orang-orang yang
sesat’. “Beliau bersabda, ‘Kaum Nasrani adalah orang-orang yang sesat.’
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mengabarkan bahwa akan
terus bermunculan orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari bani Tamim
An Najdi yakni orang-orang muda yang suka berdalil dengan Al Qur’an dan
Hadits namun salah paham.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Akan keluar
suatu kaum akhir jaman, orang-orang muda yang pemahamannya sering salah
paham. Mereka banyak mengucapkan perkataan “Khairil Bariyyah”
(maksudnya: suka berdalil dengan Al Qur’an dan Hadits). Iman mereka
tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana
meluncurnya anak panah dari busurnya. Kalau orang-orang ini berjumpa
denganmu perangilah mereka (luruskan pemahaman mereka).” (Hadits Sahih riwayat Imam Bukhari 3342).
Orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim An Najdi yakni
mereka yang membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu
adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah
(bencana) atas mereka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Dari
kelompok orang ini (orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani
Tamim Al Najdi), akan muncul nanti orang-orang yang pandai membaca Al
Qur`an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan mereka, bahkan mereka
membunuh orang-orang Islam, dan membiarkan para penyembah berhala;
mereka keluar dari Islam seperti panah yang meluncur dari busurnya.
Seandainya aku masih mendapati mereka, akan kumusnahkan mereka seperti
musnahnya kaum ‘Ad.” (HR Muslim 1762)
Kalimat yang artinya “mereka yang membaca Al Qur’an tetapi tidak sampai melewati kerongkongan” adalah kalimat majaz . “Tidak melewati kerongkongan” kiasan dari “tidak sampai ke hati” artinya mereka membaca Al Qur’an namun tidak menjadikan mereka berakhlakul karimah.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa
yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya, maka dia tidak
bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“
Semakin banyak mengenal Allah (ma’rifatullah) melalui ayat-ayat-Nya
qauliyah dan kauniyah, maka semakin dekat hubungan dengan-Nya. Ilmu
harus dikawal hidayah. Tanpa hidayah, seseorang yang berilmu menjadi
sombong dan semakin jauh dari Allah ta’ala. Sebaliknya seorang ahli ilmu
(ulama) yang mendapat hidayah (karunia hikmah) maka hubungannya dengan
Allah ta’ala semakin dekat sehingga meraih maqom disisiNya.
Sebagaimana diperibahasakan oleh orang tua kita dahulu bagaikan padi
semakin berisi semakin merunduk, semakin berilmu dan beramal maka
semakin tawadhu, rendah hati dan tidak sombong.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Akan muncul
suatu sekte/firqoh/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an.
Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan
mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa
mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan
mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun
ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak
sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana
anak panah meluncur dari busurnya”. (HR Muslim 1773)
Kalimat yang artinya “Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan” adalah kalimat majaz . “Tidak melewati batas kerongkongan”
kiasan dari “tidak sampai ke hati” maknanya sholat mereka tidak sampai
ke hati yakni sholatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar
sehingga mereka semakin jauh dari Allah ta’ala
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah
dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah
kecuali semakin jauh dariNya” (diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025, 11/46)
Firman Allah ta’ala yang artinya “Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut [29]:45).
Merugilah bagi siapa yang sholatnya tidak mencegah dari perbuatan
keji dan mungkar sehingga termasuk orang-orang yang gagal beragama atau
gagal mencapai tujuan hidup sebagaimana yang telah disampaikan pada awal
tulisan di atas
Ciri-ciri lain dari orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi adalah
1. Suka mencela dan mengkafirkan kaum muslim
2. Merasa paling benar dalam beribadah.
3. Berburuk sangka kepada kaum muslim
4. Sangat keras kepada kaum muslim bahkan membunuh kaum muslim namun lemah lembut kepada kaum Yahudi. Mereka kelak bergabung dengan Dajjal bersama Yahudi yang telah memfitnah atau menyesatkan kaum Nasrani.
2. Merasa paling benar dalam beribadah.
3. Berburuk sangka kepada kaum muslim
4. Sangat keras kepada kaum muslim bahkan membunuh kaum muslim namun lemah lembut kepada kaum Yahudi. Mereka kelak bergabung dengan Dajjal bersama Yahudi yang telah memfitnah atau menyesatkan kaum Nasrani.
Rasulullah masuk ke kamarku dalam keadaan aku sedang menangis. Beliau
berkata kepadaku: ‘Apa yang membuatmu menangis?’ Aku menjawab: ‘Saya
mengingat perkara Dajjal maka aku pun menangis.’ Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata: ‘Jika dia keluar sedang aku masih berada di
antara kalian niscaya aku akan mencukupi kalian. Jika dia keluar setelah
aku mati maka ketahuilah Rabb kalian tidak buta sebelah. Dajjal keluar
bersama orang-orang Yahudi Ashbahan hingga datang ke Madinah dan
berhenti di salah satu sudut Madinah. Madinah ketika itu memiliki tujuh
pintu tiap celah ada dua malaikat yang berjaga. maka keluarlah
orang-orang jahat dari Madinah mendatangi Dajjal.”
Dajjal tidak dapat melampaui Madinah namun orang-orang seperti Dzul
Khuwaishirah dari Bani Tamim an Najdi akan keluar dari Madinah menemui
Dajjal
Oleh karenanya orang-orang seperti Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim
an Najdi yang merupakan korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang
pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi akan selalu membela, bekerjasama dan
mentaati kaum Zionis Yahudi
Kita harus terus meningkatkan kewaspadaan terhadap upaya ghazwul
fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi
sehingga suatu zaman yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan
kepada kami Ya’qub bin Abdurrahman dari Suhail dari ayahnya dari Abu
Hurairah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Kiamat tidak
terjadi hingga kaum muslimin memerangi Yahudi lalu kaum muslimin
membunuh mereka hingga orang Yahudi bersembunyi dibalik batu dan pohon,
batu atau pohon berkata, ‘Hai Muslim, hai hamba Allah, ini orang Yahudi
dibelakangku, kemarilah, bunuhlah dia, ‘ kecuali pohon gharqad, ia
adalah pohon Yahudi’.”
Wassalam
0 komentar:
Posting Komentar